Kita semua pasti pernah melihat, atau mungkin tanpa sadar menjadi orang yang tampil dengan busana “tabrak lari”. Misalnya, atasan garis-garis, bawahan bunga-bunga, dan kerudung polkadot warna mencolok. Hasilnya? Dari jauh sudah tampak “ramai”. Dari dekat, mata bingung mau fokus ke mana dulu. Padahal, memadukan busana bercorak itu bisa banget terlihat keren, elegan, dan tetap enak dipandang asal tahu cara mainnya.
Menurut Mary G. Wolfe (2000) dalam bukunya Fashion!, motif bukan sekadar hiasan di kain, tapi juga bahasa visual. Motif bunga biasanya memberi kesan lembut dan feminin, garis-garis terasa tegas dan modern, sedangkan motif etnik seperti batik atau tenun punya makna filosofis yang dalam. Artinya, setiap corak itu “berbicara”. Nah, kalau semuanya berbicara keras-keras dalam satu waktu, jadinya bukan percakapan indah, tapi debat tanpa arah.
Contohnya, seorang teman bernama Dinda (bukan nama sebenarnya) datang ke acara kampus dengan blus floral besar-besar, rok bergaris warna-warni, dan tote bag motif etnik. Dari sisi keberanian, dua jempol. Tapi dari sisi harmoni, mata kita jadi bingung memilih fokus. Busana seperti ini sering disebut “tabrak motif”, dan sebenarnya bukan masalah, asal tahu rumusnya.
Sayangnya, di masyarakat kita, pengetahuan tentang padu padan busana masih tergolong minim. Banyak orang beranggapan bahwa asal warnanya sama, pasti cocok. Padahal, fesyen bukan cuma soal warna, tapi juga komposisi, proporsi, dan keseimbangan visual. Yang lebih menarik (dan kadang lucu), banyak juga yang sebenarnya sadar tampilannya “rame”, tapi tidak mau dikasih tahu cara memperbaikinya. Begitu diberi saran, langsung defensif: “Ah, yang penting aku pede!” atau “Gaya kan selera.”
Menurut Evelyn Mansfield (1980) dalam Principles of Design in Clothing, dua prinsip utama dalam berbusana adalah harmony (keselarasan) dan balance (keseimbangan). Kalau semua elemen ingin menonjol, justru tidak ada yang benar-benar terlihat indah. Sedangkan Sue Jenkyn Jones (2011) menekankan pentingnya focus point, yaitu satu titik fokus utama dalam busana yang menjadi pusat perhatian. Jadi, kalau atasanmu sudah ramai bermotif bunga besar, pilihlah bawahan polos agar mata punya tempat beristirahat.
Selain itu, ukuran motif juga penting. Motif besar memberi kesan berani dan menonjol, sementara motif kecil tampak lembut dan ringan. Bagi tubuh ramping, motif besar bisa menambah volume visual; sebaliknya, untuk tubuh berisi, motif kecil lebih menyeimbangkan tampilan.
Kalau ingin memadukan dua motif sekaligus, boleh saja. Asal, ukurannya tidak sama dan warnanya masih satu keluarga. Misalnya, garis-garis tipis dengan bunga kecil, atau polkadot halus dengan tenun bermotif geometris. Kombinasi ini tetap hidup tapi tidak bikin pusing. Dan ingat, maksimal dua motif saja dalam satu tampilan — lebih dari itu, siap-siap dibilang “pajangan dinding berjalan”.
Warna netral juga berperan besar dalam menenangkan tampilan. Putih, hitam, krem, dan abu-abu bisa menyeimbangkan motif yang ramai. Dalam teori warna, nuansa netral berfungsi sebagai “ruang istirahat visual”. Jadi, kalau kamu punya rok batik warna mencolok, cukup padukan dengan blus putih sederhana — hasilnya tetap elegan, tanpa kehilangan semangat budaya.
Selain corak dan warna, jangan lupakan tekstur kain dan aksesori. Kalau pakaianmu sudah ramai, biarkan tas, sepatu, dan perhiasan berbicara pelan saja. Joyce G. F. Brown (1992) bilang, “Fashion is a form of communication, and simplicity often speaks the loudest.” Kadang, justru kesederhanaanlah yang membuat seseorang tampak benar-benar anggun.
Indonesia punya kekayaan motif luar biasa: batik, tenun, songket, jumputan, dan masih banyak lagi. Tapi sayangnya, tidak semua orang tahu cara memadukannya dengan gaya modern tanpa kehilangan makna budaya. Padahal, ketika kita bisa menyeimbangkan tradisi dengan selera masa kini, hasilnya bisa luar biasa elegan, otentik, dan tetap berakar.
Jadi, sebelum buru-buru membeli baju bermotif baru atau mencampur semua warna favorit, luangkan waktu sedikit untuk belajar harmoni dan proporsi. Karena fesyen bukan tentang seberapa ramai pakaianmu, tapi seberapa baik kamu mengenal dirimu sendiri. Dan dalam berpakaian, seperti dalam hidup, kadang yang membuat kita indah justru keseimbangan antara berani tampil dan tahu kapan harus berhenti.
Tips padu badan busana yang harmonis juga saya bahas di buku saya yang berjudul Jangan Mau Jadi Muslimah Dekil terbitan Quanta, tahun 2017 dan cetak ulang di tahun 2023. Saya menulis itu pun dalam rangka berbagi pengetahuan yang saya dapatkan di bangku kuliah, sebagai alumni prodi Tata Busana.
Komentar
Posting Komentar