Sebagai seorang perempuan yang pernah menjalani pernikahan selama 20 tahun, dan
kini sebagai seorang ibu dari dua anak yang satu menjelang dewasa dan satu lagi
usia remaja, dan cukup kenyang dengan asam garam pernikahan, salah satu
kebanggaan yang saya rasakan adalah bisa memasak walau hanya masakan-masakan
sederhana untuk keluarga tercinta.
Seorang perempuan akan sangat bahagia jika
hasil masakannya dilahap dengan penuh semangat oleh suami dan anak-anaknya
tercinta, kemudian mereka melontarkan ucapan,
“Masakan Bunda, enaaaaak banget.”
Atau ucapan semacam ini,
“Bun, nanti bikin lagi ya makanan seperti ini.”
Receh sangat, tapi itu begitu berarti dan menjadi penyemangat seorang ratu rumah
tangga untuk terus menyiapkan berbagai hidangan sehari-hari yang dibutuhkan
keluarganya.
Setiap keluarga biasanya memiliki masakan atau makanan
favorit. Dalam memasak, bagi saya pribadi tak ada istilah yang salah, baik dari
segi pengolahan maupun bumbu-bumbu yang digunakan selagi masakan itu matang,
sehat dan bisa disantap. Karena setiap orang atau keluarga punya teknik memasak
dan bumbu khas sendiri. Terkecuali jika kita terjun menjadi seorang koki masak
profesional barulah harus dengan teknik memasak yang tepat dan benar. Karena
reputasi sebuah restoran atau katering harus dijaga agar konsumen tetap setia
menjadi pelanggan.
Omong-omong tentang masak memasak sejujurnya nih ya, saya
heran dan takjub sering membaca postingan beberapa teman di media sosial, yang berstatus
mama muda begitu bangga memamerkan ketidak mampuannya memasak. Yaaa, mungkin
kita berbeda pikiran yaa. Bagi mereka mungkin tidak bisa memasak bukanlah suatu masalah, tapi bagi saya itu bisa menjadi masalah besar. Buat saya tidak bisa memasak itu satu hal yang
memalukan. Dulu, saat masih kuliah saya pernah dibully habis-habisan oleh teman-teman kuliah (laki-laki) karena ketahuan saya tidak memasak. Rasanya maluuu sekali.
Setelah menikah saya malu jika tidak bisa menyiapkan masakan yang sehat bagi
keluarga, apalagi jika anak-anaknya masih usia balita, anak-anak, dan remaja.
Mereka butuh banyak asupan makanan bergizi. Memang tidak ada aturan perempuan harus bisa memasak. Namun, secara naluriah apa yang akan terjadi dalam rumah tangga jika seorang ibu tidak bisa memasak?
Dulu, saya bangga sekali memiliki seorang mama yang pintar memasak dan bikin
kue. Masa kecil saya jarang sekali makan-makan di restoran. Bapak dan mama
jarang mengajak kami makan atau jajan di restoran kecuali saat dalam perjalanan
keluar kota. Kenapa bapak jarang mengajak kami makan di luar? Selain karena kami
keluarga sederhana karena bapak pegawai negeri biasa, masakan mama itu selalu
enak, tidak kalah dengan masakan restoran.
Cake favorit resep simpel warisan mama |
Nah, kebanggaan itu yang ingin saya
dapatkan juga dari anak-anak. Kami selalu kangen dengan masakan mama. Kangen
dengan buntil, peyek, kripik balado, gudeg, pesmol ikan buatan mama yang selalu
lezaaat. Belum lagi kue-kuenya, mama rajin banget eksperimen bikin kue. Mau
bantat, mau gagal itu si kue, selagi matang dan enak dimakan, tetap kami sikat
hingga tandas. Karena mama suka memasak dan enak-enak masakannya, akhirnya
beliau buka usaha kecil-kecilan. Jualan masakan matang, menjadi tukang masak
jika ada yang hajatan besar, menerima pesanan macam-macam kue. Baik kue kering
maupun kue-kue basah dan kue ulang tahun.
Mama juga dulu sering menitipkan
berbagai hasil olahannya di toko-toko. Seperti, buntil, rempeyek, dan manisan
pala.
Kemampuan memasak selain untuk memenuhi gizi keluarga, juga bisa dijadikan
lahan bisnis. Apa gak bangga tuh jika kita bisa membuat macam masakan atau
makanan yang enak? Apa gak bangga bisa mengirim makanan hasil karya sendiri pada
mertua, orang tua, ipar-ipar, saudara-saudara atau teman.
Memperhatikan para ibu di sosmed yang sering ngerumpi dengan teman-temannya
ngebahas ketidak mampuannya memasak, dan itu malah dibangga-banggakan, bagi saya
sangat mengherankan. Kalau masak sayur bening, sop ayam atau telur puyuh yang
sangat sederhana itu saja gak bisa, terus anak-anak dan suaminya mau dikasih
makan apa? Banyak yang menjawab dengan entengnya mereka bilang, gampaaang…beli
aja di warung tetangga, atau go food, atau beli di anu. Atau nebeng makan pada
mertua, orang tua … duuh, apa gak malu? Apakah tiap hari mau seperti itu? Tidak
adakah keinginan belajar memasak?
Coklat lapis hasil belajar dari youtube |
Memasak itu mudah, yang sulit itu mengusir
rasa malasnya.
Perempuan, terkenal dengan julukan mahluk yang multi talent.
Dalam satu waktu bisa mengerjakan beberapa pekerjaan. Misalnya, sambil ngegiling
cucian di mesin cuci, sambil masak nasi di magic com, juga bisa sambil memasak
atau menyapu halaman. Memasak jika sudah terbiasa, tidak membutuhkan waktu lama.
Satu jam cukup untuk membuat beberapa menu masakan sederhana. Misalnya, sayur
asem, tahu/tempe goreng, ikan berbumbu atau ayam goreng, sambal. Masya Allah,
itu masakan lengkap sekali gizinya. Jelas jauh lebih hemat jika masak sendiri.
Saya sarankan, belajarlah memasak. Jangan bangga dengan “kebodohan.” Mohon maaf
jika saya katakan kebodohan dalam tanda kutip, itu maksudnya supaya kita tidak
bangga dengan ketidak mampuan hal yang menjadi dasar dalam berumah tangga.
Sekiranya suami tidak menuntut istrinya untuk memasak jangan tenang-tenang aja.
Nuget ayam buatan sendiri, tanpa bahan pengawet |
Saya pikir salah satu cara menyenangkan suami adalah dengan membuatkannya
masakan kesukaannya. Jangan sampai kita berbangga-bangga dengan ketidak mampuan
memasak dan nyaman karena suami tidak komplen, tahu-tahu si suami ada perempuan
lain yang rajin ngirim masakan buatannya sendiri, dan si suami nyaman dengan si
pengirim masakan tersebut. Jangan nangis kalau sampai kejadian seperti itu.
Bener banget mbak, biarpun makanan seserhans tapi kalau anak-anak suka dan minr dibuatkan lagi, rasanya luar biasa. Sebuah kebanggaan bagi seorang ibu saat masakannya bisa memuaskan seluruh anggota keluarga.
BalasHapusAku sih emang seneng nyoba² resep. Jadi masak buatku kayak eksperimen bergizi gitu. Cuma skrng karena berdua aja, sering beli sih. Soalnya cape cuci pancinya. Hehe...
BalasHapusSaya juga termasuk mama yg tidak pinter masak nih ..tapi saya tidak pernah merasa bangga hehe apalagi pamer pamer di sosmed.
BalasHapusBeruntung gadis kecil saya maalah yang hobinya coba coba resep. Apalagi sekarang sekolah kan dari rumah. Adaa aja olahan yg dia coba hari demi hari. Semoga gak turun simboknya ini deh dalam urusan masak memasak hehe (dewi.apriliana)
Bunda pinter baking dan cooking sekaligus yaa.. keren banget.
BalasHapusSaya suka baking tapi sering gak jadi hehee...
Jadi saya cenderung ke cooking, saya paling suka bila saat sarapan pagi kemudian ada ucapan, masakannya Joss! Hahaa..
Kalo udah gitu, semua capek akibat kegiatan memasak langsung sirna hehee..
Saya pribadi juga menganggap keahlian memasak itu membanggakan karena perintilannya banyak. Yang ngupas, motong, numis, nyuci bekasnya, wah pokok macem-macem. Itulah sebabnya saya malas, haha. Tapi saya sebenarnya seneng memasak karena bisa bereksperimen dengan berbagai bahan dan rasa. Syaratnya harus ada yang bantuin makan dan mencuci bekasnya, hehe.
BalasHapusSetuju, jad ibu itu harus bisa masak, meskipun masak makanan yang sederhana. Yang penting enak dan pastinya lebih sehat. Memang senang sekali ya, kalau makanan yang kita makan bisa habis tak tersisa, rasanya puas. Apalagi kalau suami sama anak-anak minta dibikinin lagi, senang sekali ya ...
BalasHapusBTW, hasil masakan Mbak Rina keliatannya enak-enak, yummy ....
Alhamdulillah dengan wfh eksplor memasak jadi tersalurkan ya mbakkuh alhamdulillah walau terlihat boros karena ditambah cuaca dingin
BalasHapus