Tahun 2018, boleh dibilang tahun travelling bagi saya karena dalam satu tahun itu, saya mengunjungi beberapa kota yang cukup jauh diantaranya Lombok dan Minangkabau. Dua tempat yang sudah lama sekali ingin saya kunjungi, dan alhamdulillah tercapai. Semoga saja tempat-tempat lain di Indonesia yang saya inginkan sekali ke sana, bisa segera saya kunjungi pula.
Kali ini saya akan bercerita sedikit saat travelling ke Lombok bersama rombongan teman sejawat mengajar. Bisa dibayangkan, kan serunya bepergian jauh dengan rekan kerja? Satu pesawat terisi kurang lebih 80% oleh rombongan kami, sisanya penumpang umum. Jarang-jarang banget kami bisa bepergian sejauh itu bersama-sama.
Lombok terkenal sebagai tempat yang indah, salah satu destinasi wisata favorit bagi wisatawan lokal maupun asing selain Bali. Keindahan pantai-pantainya sudah terkenal ke mana-mana. Sudah lama pula saya ingin sekali bertandang ke pulau tersebut. Apalagi setelah membaca salah satu novel Tere Liye yang berjudul Sunset Bersama Rossie, menceritakan indahnya pantai di Lombok khususnya Gili Trawangan yang dijadikan seting utama dalam novel tersebut, semakin menghanyutkan saya dan ingin sekali ke sana. Alhamdulillah, tercapai sudah keinginan itu.Keindahan pantai-pantai di Lombok memang benar adanya, beberapa pantai yang saya kunjungi saat itu:
- Pantai Kuta Mandalika
- Gili Trawangan
- Tanjung Aan
- Yang lain lupa namanya karena cukup banyak pantai yang kami kunjungi.
Salah satu pantai yang paling berkesan bagi saya adalah Tanjung Aan, pantainya bersiiih sekali, pasirnya putih nan lembut, pemandangannya luaar biasa indah. Saat naik ke tempat agak tinggi, seperti bukit kecil, terlihatlah hamparan pantai dengan airnya yang biru dan menghijau...Masya Allah benar-benar indah bagai lukisan. Sungguh Allah Maha Besar menciptakan tempat seindah itu.
Tanjung Aan |
Selain mengunjungi pantai-pantai indah, kami juga mengunjungi sebuah desa suku asli Lombok yaitu suku Sasak, bernama desa Ende. Di desa itu banyak keunikan yang kami lihat. Warga desa yang ramah dan komunikatif, membuat kami semakin tahu ragam budaya dan adat istiadat daerah itu.
Salah satu keunikan dari suku Sasak itu adalah rumah mereka yang terbuat dari kotoran sapi. Desa Ende terletak di wilayah Lombok Tengah, desa ini memang dibuka untuk wisatawan. Jarak tempuh pun cukup dekat dari bandara hanya membutuhkan waktu kurang lebih 15-20 menit saja.
Menurut pemandu wisatanya yang juga suku asli Sasak, sejak zaman dahulu suku ini memang membuat rumah dengan kotoran sapi sebagai pengganti semen. Eeiittss, jangan langsung menutup hidung gitu ya, hehe...rumah mereka sama sekali tidak tercium bau kotoran sapi, dan tidak menjijikkan. Pembuatan rumah tidak hanya dari kotoran sapi, tetapi dicampur dengan sekam padi dan tanah liat. Jangan harap kalian melihat rumah mereka berlantai keramik. Seluruh bangunan rumah tersebut menggunakan-bahan tersebut. Baik lantai maupun dindingnya.Penggunaan kotoran sapi ini bukan tanpa alasan loh yaa, ternyata kotoran sapi ini selain membuat lantai kinclong juga membuat nyamuk enggan mendekat, jadi semacam pengusir nyamuk alami gitu. Wooww, amazing ya. Kandungan material kotoran sapi tersebut menurut mereka bisa menghangatkan rumah jika malam hari. Maklum desa Ende itu cukup dingin saat malam hari juga karena atap rumah mereka hanya ditutupi daun rumbia, sehingga hawa dingin makin terasa.
Salah seorang penduduk suku Sasak di depan rumahnya yang terbuat dari kotoran sapi |
Jadi, kalau nanti kalian berwisata ke Lombok, desa Ende wajib dikunjungi loh. Keunikan lain dari suku Sasak adalah bahwa para perempuannya harus bisa menenun kain sebelum menikah. Para pria suku Sasak tidak bisa meminang pujaan hatinya jika si wanitanya belum bisa menenun kain. Itu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh semua perempuan suku tersebut.
Biasanya perempuan di sana sudah bisa menenun sejak usia 9 tahun. Para ibu wajib mengajarkan menenun pada anak-anak perempuan mereka. Setiap rumah pasti memiliki alat tenun, hal itu terlihat di setiap teras rumah mereka. Satu kain yang mereka tenun bisa menghabiskan waktu 2-3 minggu, tergantung dari panjang kain yang mereka tenun.
Oh iya, saat ke sana saya pun tak melewatkan kesempatan untuk belajar menenun dong yaa...kesempatan langka banget itu. Dan ternyata, hihi...gak gampang guys menenun itu, pantas saja harga kain tenunan bisa mahal, karena butuh ketelitian, kesabaran, dan keahlian khusus.
Desa ini tak pernah sepi dari wisatawan, menurut penjelasan pemandu wisata, desa ini sudah dihuni sejak tahun 1980 dan saat ini makin berkembang.Nah, itulah sebagian kecil keunikan dan asyiknya travelling ke Lombok. Masih banyak lagi destinasi wisata menarik lain di sana, makanan khas daerah di sana pun jangan sampai terlewatkan. Plecing kangkung yang pedas dan olahan ikan-ikanan yang lezat.
Pokoknya, pengen lagi ke Lombok bersama keluarga tentunya.
*Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days Writing Challenge Sahabat Hosting
Komentar
Posting Komentar